Perubahan Organisasi
Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana
organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa
depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. tujuannya
adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources
dan capabilitiesdengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan. Menurut Desplaces (2005) perubahan yang
terjadi dalam organisasi seringkali membawa dampak ikutan yang selalu tidak
menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson (2000), perubahan itu akan menimbulkan
kejadian yang “dramatis” yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi.
Desplaces (2005) mengutip kajian yang dilakukan Poras dan Robertson's (1992)
menyatakan bahwa kebijakan perubahan yang dilakukan oleh organisasi hanya
memberikan manfaat positif bagi organisasi sebesar 38%. Meskipun perubahan organisasi tidak langsung
memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi
tetap meyakini tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan
perubahan.
Faktor
Penyebab Perubahan Pada Organisasi
Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah
penyebab perubahan yang berasal dari luar
atau sering disebut lingkungan.
Sebuah organisasi modern
responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Dalam kenyataannya, banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk faktor
eksternal, antara lain:
·
Politik
·
Hukum
·
Kebudayaan
·
Teknologi
·
Sumber Daya
Alam
·
Demografi
·
Sosiologi
·
Arus globalisasi.
Perkembangan dan kemajuan
teknologi merupakan penyebab penting dilakukannya perubahan pada hampir semua
jenis organisasi. Penerapan temuan teknologi tersebut menyebabkan perubahan dalam berbagai hal, misalnya prosedur
kerja yang dilakukan, jumlah, kompetensi, dan kualifikasi SDM yang diperlukan,
sistem penggajian yang diberlakukan, dan bahkan kadang-kadang struktur
organisasi yang digunakan. Penggunaan peralatan baru bisa juga menyebabkan
berkurangnya bagian-bagian yang ada atau
berubahnya pola hubungan kerja antara karyawan.
Organisasi Juga
terselenggara di tengah-tengah masyarakat yang menganut sistem pemerintahan
tertentu. Konsekuensinya, organisasi
harus tunduk kepada berbagai peraturan pemerintah yang berlaku. Jika suatu saat
pemerintah memberlakukan aturan baru maka organisasi harus melaksanakannya
dengan kemungkinan melakukan perubahan internal sesuai dengan isi peraturan
baru tersebut. Peraturan itu dapat saja menyangkut input, mekanisme kerja,
persyaratan kualifikasi dan kompetensi SDM, dan lainnya. Peraturan apapun yang
pada akhirnya diberlakukan, harus dilaksanakan dengan cara dan strategi yang
paling efisien.
Akhir-akhir ini tuntutan untuk mengikuti arus
globalisasi tidak mungkin dibendung lagi. Itulah sebabnya berbagai strategi dan
kebijakan yang dianggap sesuai, wajib ditempuh oleh suatu organisasi. Penerapan
berbagai kebijakan sperti itu akan mengubah secara signifikan kondisi internal
, khususnya menyangkut mekanisme kerja organisasi.
Faktor Internal
Faktor internal adalah penyebab
dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam
yang bersangkutan, antara lain:
·
Perubahan
kebijakan pimpinan
·
Perubahan
tujuan
·
Perluasan
wilayah operasi tujuan
·
Volume
kegiatan bertambah banyak
·
Sikap &
perilaku dari anggota organisasi
Hubungan antar komponen yang kurang harmonis merupakan salah satu
problem yang lazim terjadi. Problem ini dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu
(1) problem yang menyangkut hubungan atasan-bawahan (bersifat vertikal), dan
(2) problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat
(bersifat horizontal). Problem atasan-bawahan yang sering timbul menyangkut
pengambilan keputusan dan komunikasi. Problem-problem yang bersumber dari
keputusan pimpinan, dapat menyebabkan munculnya berbagai perilaku negatif pada
bawahan yang kurang menguntungkan
organisasi, misalnya sering terlambat datang, sering absen, mangkir, dan
sejenisnya. Sampai pada titik tertentu, problem semacam itu dapat menyebabkan
munculnya unjukrasa sehingga memaksa pimpinan untuk mengambil tindakan yaitu
mengubah keputusan yang diambil atau justru menindak bawahan yang berunjukrasa. Komunikasi antara
atasan dan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri
mungkin baik (dalam arti dapat diterima oleh bawahan) tetapi karena terjadi
salah informasi (miscommunication), bawahan menolak keputusan pimpinan. Dalam
kasus seperti itu perubahan yang dilakukan akan menyangkut sistem saluran
komunikasi yang digunakan.
Problem yang sering timbul
berkaitan dengan hubungan sesama anggota (warga
) pada umumnya menyangkut masalah komunikasi (kurang lancar atau macetnya komunikasi antar warga), dan
juga menyangkut masalah kepentingan masing-masing warga. Persoalan seperti itu
sering menimbulkan konflik antar warga sehingga perlu dilakukan perubahan,
misalnya dalam hal jalur komunikasi atau bahkan struktur organisasi yang
digunakan.
Di samping berbagai
persoalan di atas, mekanisme kerja yang berlangsung dalam sebuah kadang-kadang juga merupakan penyebab
dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah sistemnya
sendiri dan dapat pula terkait dengan perlengkapan atau peralatan yang
digunakan. Pola kerjasama yang terlalu birokratis atau sebaliknya terlalu bebas
misalnya, dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. Sistem yang
terlalu kaku menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang
mangakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya menurunkan
produktivitas kerja. Demikian juga halnya jika sistem yang digunakan terlalu
bebas. Perubahan yang harus dilakukan dalam hal ini akan menyangkut struktur
organisasi yang digunakan. Dengan
mengubah struktur, pola hubungan antar anggota akan mengalami perubahan.
Kesulitan keuangan yang
dialami kadang-kadang juga memaksa untuk dilakukannya perubahan, misalnya
penciutan daerah operasi, rasionalisasi, perubahan struktur organisasi, dan
sebagainya.
Sikap
Dalam Menghadapi Perubahan
Setiap perubahan pasti akan menimbulkan sikap dan
reaksi tertentu dari setiap individu, dan sikap maupun reaksi yang ditampilkan
tersebut akan mempengaruhi proses dari perubahan. Menurut Galpin (1996) sikap
dan reaksi seseorang dapat terbagi ke dalam Sikap Efektif (Menolak), dan sikap
Tidak Efektif (Menolak.). Ciri-ciri dari kedua sikap tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Sikap efektif dalam menghadapi perubahan
·
Memberikan bantuan/dukungan
·
Meningkatkan kooperasi/kerjasama
·
Menerangkan situasi, kondisi, dan proses
perubahan
·
Memunculkan masalah penolakan ke permukaan
untuk dibahas
·
Menanggapi penolakan secara serius
·
Melibatkan semua individu dalam perubahan
·
Melakukan negosiasi
b. Sikap tidak efektif dalam menghadapi
perubahan
·
Mempertahankan diri
·
Memberikan nasihat yang tidak
perlu
·
Membujuk dan mempengaruhi orang
lain supaya menolak
·
Tidak menyetujui dan menolak
perubahan secara terbuka
Disamping kedua sikap tersebut, setiap individu
juga memiliki pilihan sikapnya masing-masing yang akan turut mewarnai sikap
serta perilakunya dalam menghadapi perubahan yang pada akhirnya berdampak
terhadap efektivitas perubahan. Untuk itu, Eales-White (1994) membagi sikap
individu ke dalam 4 kategori, yaitu: 1. Logika Rasional; 2. Kontrol Negatif; 3.
Fokus terhadap Manusia; dan 4. Positif dan Kreatif. Keempat sikap tersebut
dinyatakan dalam diagram sebagai berikut:
Intelektual
|
Analisis
dan Evaluasi
(LR)
|
Eksplorasi
dan Penemuan
(PK)
|
Emosional
|
Menolak
dan Bertahan
(KN)
|
Menerima dan
Membantu Orang Lain
(FM)
|
|
Otak Kiri
|
Otak
Kanan
|
Keterangan:
LR = Logika dan Rasional PK = Positif dan Kreatif
KN = Kontrol Negatif FM = Fokus terhadap Manusia
Sumber: Eales-White (1994).
Proses perubahan organisasi
Proses perubahan organisasi adalah konsep daur
hidup atau life cycle. Organisasi mengalami proses kelahiran pertumbuhan,
berkembang, kematangan, kemunduran dan akhirnya mengalami kematian sebagaimana
dalam semua sistem biologi dan sistem sosial. Fase-fase perkembangan organisasi
juga memiliki sifat kuantitatif dan kualitatif yang merupakan indikator
“mati-hidup” suatu organisasi.
Organisasi juga harus melihat arah perubahan
lingkungan yang pasti dan yang tidak pasti. Artinya, organisasi adaptif atas
perubahan yang terjadi pada lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, suatu
organisasi haruslah mengembangkan strategi dalam mengadaptasi perubahan
lingkungan, termasuk strategi dalam melakukan kontrol terhadap lingkungan.
Untuk ini perlu kiranya merencanakan perubahan organisasi, termasuk di dalamnya
mengembangkan organisasi.
Proses Perubahan organisasi mencakup
·
Mengadakan pengkajian
·
Mengadakan identifikasi
·
Menetapkan perubahan
·
Menentukan strategi
·
Melakukan evaluasi
Perkembangan
Organisasi
Berkembang adalah tuntutan agar tetap dapat
hidup. Proses perkembangan selalu berimplikasi terjadi perubahan. Perubahan
adalah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari perkembangan. Perkembangan dapat
ke arah positif maupun kearah negatif. Perkembangan ke arah positif memberikan
kekuatan bagi organisme (manusia atau organisasi) untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungan. Perkembangan kearah negatif, karena hakekat alamiah maupun
karena salah pengelolaan, akan mengakibatkan kemunduran dan bahkan kematian.
Pengembangan yang didesain akan menghasilkan peluang lebih besar menuju ke arah
positif.
Pengembangan Organisasi merupakan proses,
pendekatan atau metode yang bertujuan untuk mengadakan sebuah perubahan dalam
sebuah organisasi kearah yang lebih baik. Dengan penerapan nilai-nilai, ide dan
gagasan-gagasan baru yang lebih signifikan agar organisasi semakin berkembang
kearah yang positif dan maju.
Metode Pengembangan Organisasi
Untuk melakukan pengembangan organisasi, maka
diperlukan cara-cara atau teknik tertentu. Ada berbagai teknik yang dirancang
para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja
secara efektif antar individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Beberapa
teknik yang sering digunakan berikut ini.
a. Sensitivity Training; merupakan teknik
pengembangan organisasi yang pertama diperkenalkan dan yang paling sering
digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group atau training group, group
disini berarti peserta terdiri atas 6-10 orang, pemimpin kelompok membimbing
peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta
keterampilan dalam hubungan antar pribadi.
b. Team Building; adalah pendekatan yang
bertujuan memperdalam efektifitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok
kerjanya. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim
yang menangani proyek.
c. Survey Feedback; dalam teknik survey ini
tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi
serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya
kepemimpinan mereka). Hasil survey ini diumpan balikkan pada setiap peserta,
termasuk para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian
dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan
dan mengusulkan perbaikan-perbaikan konstruktif.
d. Transcational Analysis (TA); teknik ini
berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar individu. TA dimaksudkan untuk
mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan. Oleh sebab itu,
teknik ini mengajarkan cara penyampaian pesan yang jelas dan bertanggung jawab
dengan wajar dan menyenangkan.
e. Intergroup Activities; fokus dalam teknik
intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar kelompok. Dimana
ketergantungan antar kelompok yang membentuk kesatuan organisasi dapat
menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Karenanya, intergroup activities
dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau pemecahan konflik yang mungkin
timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
f. Process Consultation; dalam process
consultation konsultan pengembangan organisasi mengamati komunikasi, pola
pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, kerjasama, dan pemecahan konflik
dalam tiap unit organisasi. Kemudian konsultan memberikan umpan balik pada
semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya, serta
menganjurkan tindakan koreksi.
g. Third-part Peacemaking; dalam menerapkan
teknik ini, konsultan pengembangan organisasi berperan sebagai pihak ketiga
yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik
negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar individu dan kelompok.
Metode Pengembangan Keterampilan dan Sikap
Metode ini
merupakan suatu program latihan yang dilaksanakan secara terus-menerus dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap para anggota
organisasi. Oleh karena itu yang dimaksud dengan latihan atau training adalah
suatu proses pengembangan kecakapan, pengetahuan, ketrampilan, keahlian, dan
sikap tingkah laku dari para anggota organisasi. Program latihan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya ialah latihan di tempat kerja,
latihan instruksi kerja, latihan di luar tempat pekerjaan, dan latihan di
tempat kerja tiruan.
Sumber :
No comments:
Post a Comment