Tuesday, June 11, 2013

Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah  the process of directing and influencing the task related activities of group members.  Kepemimpinan  adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi dua  konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai  proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana  para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi  atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.

Kepemimpinan merupakan hasil daripada organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika daripada interaksi sosial. Sejak mula kala terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif daripada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol daripada yang lainnya.  Itulah asal mula timbulnya kepemimpinan, yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil. Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukkan dalam keadaan – keadaan di mana tujuan daripada kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi mengalami ancaman- ancaman dari luar. Dalam keadaan demikianlah, agak sulit bagi warga – warga kelompok yang bersangkutan untuk menentukkan langkah – langkah yang harus diambil dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

Munculnya seorang pemimpin merupakkan hasil dari suatu proses yang dinamis yang sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan kelompok tersebut. Apabila dalam saat tersebut muncul seorang pemimpin, maka kemungkinan  besar kelompok tersebut akan mengalami suatu disintegrasi. Tidak munculnya pemimpin tadi adalah mungkin karena seorang individu yang diharapkan menjadi pimpinan,  ternyata tidak berhasil membuka jalan bagi kelompoknya untuk mencapai tujuan dan bahwa kebutuhan warganya tidak terpenuhi.


Tipologi Kepemimpinan

Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).

Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.

Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.

Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan

Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dan tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dan pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dan pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan dalam bentuk formula  :

 k = f (p, b, s).

Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual.  Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dan suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Selain Hersey dan Blanchard, para ahli yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan adalah Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney (2008).  Ketiga ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga lingkaran variabel, yaitu variabel  individu, organisasi, dan sosial. Seperti tampak pada gambar berikut:

_Pic5
Keputusan tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah murni disebabkan oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari faktor organisasi kemudian faktor sosial yang melikupi individu tersebut. Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan faktor-faktor dalam tataran individu, organisasi, dan sosial.
Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan keterampilan,  karakteristik pribadi, nilai-nilai yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan. Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya,  politik organisasi, ancaman dan resiko, Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian.  Sedangkan yang mencakup variabel sosial adalah kebutuhan resmi, meta –value, politik, dan ekonomi.  
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard  serta penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk didalamnya situasi organisasi dan sosial.

  1. Faktor Internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan. 
Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill.
 Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. Skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
Dengan mengutip pendapat Spencer (1993) dan Kazanas (1993), Asropi menjelaskan bahwa  kompetensi kepemimpinan secara umum dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manaj erial.
Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty.
Adapun kompetensi pada tingkat pimpinan menengah lebih berfokus pada influence, result (achievement) orientation, team work, analitycal thinking, initiative, empowering others, developing others, conceptual thingking, relationship building, service orientation, interpersomal awareness, cross cultural sensitivity, dan technical expertise. Sedangkan pada tingkatan supervisor kompetensi kepemimpinannya lebih befokus pada technical expertise, developing others, empowering others, interpersonal understanding, service orientation, building organzational commitment, concern for order, influence, felexibilty,relatiuonship building, result (achievement) orientation, team work, dan cross cultural sensitivity.
Asropi meyakinkan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan.
Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial. Dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer, kunci dan kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan "status quo" dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin din yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani.

  1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll.  Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya.  Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi.
Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik organisasi dll.  Bertalian dengan waktu, perkembangan  ilmu dan pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan.  Hasbi Umari (2006:1-4)  memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat Islam.
Menurut Umari,  Ada tiga fase dalam periodesasi kepemimpinan umat di Indonesia. Setiap fase menunjukan genesis kepemimpinan yang khas. Pertama, fase ulama. Pada fase ini, seseorang menjadi pemimpin umat karena is memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan menjadi rujukan umat. Ia melewati masa awal hidupnya di pesantren sebagai santri dan menghabiskan sisa hidupnya jugs di pesantren sebagai kiyai.
Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap kebijakan politis kolonial, mungkin antara lain politik etis, masyarakat khususnya umat Islam membentuk organisasi (sosial, ekonomis, atau politis) seperti Syarikat Islam, Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan lain-lain. Pada fase ini, pemimpin Islam adalah pemimpin organisasi Islam. Tentu raja, karir kepemimpinan kini tidak dimulai di pesantren, tetapi dari organisasi. Orang menapak, secara berangsur-angsur atau melompat, hierarki organisasi. Variabel kepemimpinan yang utama tidak lagi pengetahuan agama yang mendalam, tetapi keterampilan organisasi (organization skill), termasuk lob­bying dan kasak kusuk. Yang sampai ke tingkat nasional, melalui jenjang organisasi, pada umumnya, walaupun tidak selalu, adalah orang yang mempunyai pijakan loka1.
Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader). Pada fase pertama, pemimpin ulama lahir dan dibesarkan di pesantren. Pada fase kedua, pemimpin organisator lahir dan dibesarkan di organisasi. Dan bagaiinana pula dengan pemimpin umat di besarkan melalui media massa.. Ini adalah dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak pada  kepemimpinan umat. Pada  fase ini yang dianggap sebagai pemimpin umat adalah para empu yang (dianggap) pandai melontarkan isu-isu penting untuk dijadikan agenda media massa. Mereka menulis di media, atau menghadiri berbagai seminar dan diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa yang banyak dalam acara-acara mereka. Apabila media massa yang mengagendakan isu-isu mereka itu lokal, mereka menjadi pemimpin umat berskala lokal. Apabila medianya nasional, merekamenjadi pemimpin umat berskala nasional.
Pengikut fase pertama, santri; fase kedua, anggota organisasi; fase ketiga, "fans" (penggemar). Pada fase ketiga, pemimpin umat (Islam) menjadi "idola". Ada dua jenis pemimpin umat pada fase ketiga ini' yaitu:
Pertama, mubalig. Ia mungkin memulai kariemya pada tingkat lokal. la berbicara pada majelis-majelis taklim atau stadiun radio. Ceramahnya direkam, dan rekamannya direproduksi dan dijual secara nasional. Media massa menyiarkan ceramahnya dan menokohkannya. Tidak perlumubaligituberasal dan pesantren; tidak perlu ia menguasai pengetahuan agama yang mendalam; juga tidakperlu ia memiliki keterampilan komunikasi, termasulc ketnampuan menyiarkan agama sebagai pop culture. Karena digemari oleh orang banyak, para mubaligh menjadi celebrities. Dunia celebrities sudah lama dihuni oleh para entertainers, misalnya artis, pelawak, dan perancang mode. Maka, terjadilah tumpang tindih; mubaligh menjadi artis, artis menjadi mubaligh.
Kedua, cendekiawan. Apabila mubaligh lebih banyak menyentuh ranah afektif, cendekiawan bergerak di ranah kognitif. Ia dibesarkan lewat kerja sama kampus dengan media massa. Melalui tulisan di media, seminar, dan diskusi, paracendekiawan membentukjanngan pengikulnya Bukanmenuduh, umumnya pengetahuan agama mereka sangat dangkal. Akan tetapi, analisis mereka tentangpersoalan-persoalan umat sangat tajam. Mereka membentuk opini, sikap, dan akhimya tindakan umat.
Perkembangan Zaman pun memperlihatkan bahwa ada tiga liran teori  kepemimpinan yang mengalami perubahan pandangan seiring dengan waktu . Studi kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam literatur manajemen dan perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir.
Secara umum kajian perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga tahap penting. Pertama, tahap awal studi tentang kepemimpinan menghasilkan teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa dia memiliki sifat atau atribusi personal yang membedakannya dari mereka yang bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini penekanan yang semula diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang dianut oleh para pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar organisasi dapat berjalan secara efektif, terdapat penekanan terhadap suatu gaya kepemimpinan terbaik (one best way of leading). Ketiga, berdasarkan anggapan, bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama yaitu mengabaikan peranan penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan, kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situational theories). Dan pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan orientasi dari `one best way leading' menjadi 'context-sensitive leadership' (Dewi, Piramida Vol.V no.1, 2009).
Dilihat dari faktor tempat pun, konsep kepemimpinan pun akan berubah.  Dilihat dari cakupannya, kita bisa mengkategorikan  kepemimpinan lokal, regional, nasional, bahkan internasional.  Semakin luas cakupan  kepemimpinan akan berdampak pada tuntutan  nilai-nilai universal yang lebih luas.  Semakin sempit cakupan (lokal bahkan pada level organisasi)  akan muncul tuntutan warna loka sesuai dengan kultur masayarakat setempat.  Tulisan La Ode Turi (Budaya Kepemimpinan Lokal dalam  Pelaksanaan MBS, Universitas Kendari) dan Tulisan  Dewi Kurniasih (Kepemimpinan Politik Orang Sunda, Unikom Bandung)  merupakan contoh pendapat bahwa kepemimpinan di wilayah lokal, harus memperhatikan aspek budaya lokal jika kepemimpinan itu ingin efektif.
Agama dan ideologi pun tentu berpengaruh terhadap kepemimpinan.  Komunitas masyarakat Islam, tentu akan menggunakan nilai-nilai Islam dalam  penyusunan konsep dan aplikasi kepemimpinannya.  Demikian pula  masyarakat  Kristen, Budha, dll.   Ideologi  komunis akan menjalankan kepemimpinan dengan ideologi komunis, demikian pula ideologi liberal. 

Sumber:

Pengambilan Keputusan

Definisi Pengambilan Keputusan

Menurut Kamus Oxford, pengambilan keputusan merupakan proses memutuskan tentang sesuatu yang penting, terutama dalam sekelompok orang atau dalam suatu organisasi. Trewatha & Newport menyatakan bahwa, "Pengambilan keputusan melibatkan pemilihan suatu tindakan dari antara dua atau lebih alternatif yang mungkin untuk tiba pada suatu solusi untuk masalah yang diberikan".
Seperti dibuktikan oleh definisi terdahulu, proses pengambilan keputusan adalah hal konsultatif yang dilakukan oleh kumpulan profesional untuk mendorong fungsi yang lebih baik dari setiap organisasi. Hal ini menjelaskan bahwa pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan dinamis yang meliputi semua kegiatan lain yang berkaitan dengan organisasi. Proses pengambilan keputusan memainkan penting dalam fungsi organisasi. Karena proses intelektual dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, pengambilan keputusan memerlukan pengetahuan ilmiah yang kuat ditambah dengan keterampilan dan pengalaman di samping kematangan mental.
Selanjutnya, proses pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai check and balance pada sistem yang membuat organisasi tumbuh lebih baik secara vertikal dan linier. artinya, proses pengambilan keputusan memiliki tujuan. Tujuan tersebut bisa berupa tujuan bisnis yang telah ditetapkan, atau juga misi dan visi perusahaan. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan mungkin menghadapi banyak hambatan dalam administrasi, operasional, pemasaran dan bagian operasional. Masalah tersebut diselesaikan melalui proses pengambilan keputusan yang komprehensif. Tidak ada keputusan datang sebagai akhir dari tujuan itu sendiri, karena pengambilan keputusan juga memungkinkan masalah baru untuk munculdalam dapat berkembang untuk memecahkan masalah baru. Ketika salah satu masalah terpecahkan, maka akan muncul masalah baru, sehingga pengambilan keputusan, seperti dikatakan sebelumnya, adalah berkelsnjutan dan dinamis.
Pengambilan keputusan merupakan proses yang cukup memakan waktu. Dalam pengaturan manajemen, keputusan tidak dapat diambil tiba-tiba. Pengambilan keputusan harus mengikuti langkah-langkah seperti:

·       Mendefinisikan masalah
·       Mengumpulkan informasi dan mengumpulkan data
·       Mengembangkan dan menimbang pilihan
·       Memilih opsi terbaik
·       Merencanakan dan melaksanakan
·       Mengambil tindakan lebih lanjut

Karena proses pengambilan keputusan mengikuti langkah berurutan di atas, banyak waktu yang dihabiskan dalam proses ini. langkah diatas diperlukan dalam setiap keputusan yang diambil untuk memecahkan masalah manajemen dan administrasi di lingkungan bisnis. Meskipun seluruh proses memakan waktu, hasil dari proses tersebut dapat memberikan manfaat yang besar dalam sebuah organisasi.


Jenis Pengambilan keputusan perdasarkan prosesnya

Irreversible
Keputusan ini adalah permanen, setelah diambil, mereka tidak dapat dibatalkan. Keputusan ini biasanya hanya bila semua opsi lain telah habis.

Reversible
Keputusan Reversible belum final dan mengikat, mereka dapat ditarik pada setiap titik, apabila terdapat lagi keputusan yang lebih baik. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengakui kesalahan dan melakukan pengendalian kesalahan yang relevan, tergantung pada situasi yang berjalan.

Delayed
Keputusan tersebut ditunda sampai pengambil keputusan berpikir bahwa waktu yang tepat telah datang. Penundaan ini mungkin menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan akan manfaat tertentu, terutama dalam hal bisnis, dan dapat mengakibatkan kerugian. Namun, keputusan tersebut merupakanbagian dari organisasi besar seperti pemerintah, yang memutuskan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang. Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan semua informasi yang diperlukan dan untuk mengatur rencana implementasi, sangat penting untuk akhir kesejahteraan masyarakat.

Keputusan Cepat
Keputusan ini memungkinkan seseorang untuk memaksimalkan penggunaan kesempatan yang ada di tangan. Namun, hanya kepribadian yang sangat cerdik dapat mengambil keputusan yang baik dan benar seketika. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam waktu yang singkat, kita juga harus mampu merpertimbangkan efek hasil jangka panjangnya.

Eksperimental
Salah satu cara pengambilan keputusan adalah jenis eksperimental, di mana keputusan akhir tidak dapat diambil sampai hasil awal muncul dan bernilai positif. Pendekatan ini digunakan ketika seseorang yakin tujuan akhir tetapi tidak yakin tindakan apa yang harus diambil. Keputusan eksperimental yang umum di bidang seperti kedokteran, di mana produk yang diuji melalui beberapa tahap, dan keputusan bisa berubah dengan setiap iterasi.

Trial and Error
Pendekatan ini melibatkan percobaan sebuah tindakan tertentu. Jika hasilnya positif, maka akan diikuti lebih lanjut, jika tidak, maka akan dicari keputusan yang baru. Metode trial and error tersebut dilanjutkan sampai pembuat keputusan akhirnya tiba pada tindakan yang meyakinkan dia bahwa keputas yang diambil sudah benar. Hal ini memungkinkan seorang manajer untuk mengubah dan menyesuaikan rencana sampai komitmen akhir dibuat.

Bersyarat
Keputusan kondisional memungkinkan seseorang untuk memiliki banyak opsi terbuka. akan digunakan suatu keputusan yang sama selama keadaan tetap sama. Setelah pesaing membuat langkah baru, keputusan kondisional memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan yang berbeda.



Pengambilan keputusan berdasarkan rutinitas


KEPUTUSAN TERPROGRAM
Keputusan terprogram bersifat rutin dan berulang-ulang, dan organisasi biasanya mengembangkan cara-cara khusus untuk menanganinya. contoh keputusan terprogram dapat dilihat dari cara menentukan bagaimana produk akan diatur di rak-rak supermarket. Untuk jenis rutinitas, masalah berulang, keputusan pengaturan standar biasanya dibuat sesuai dengan pedoman pengelolaan yang ditetapkan.

NON KEPUTUSAN PROGRAM
Keputusan Non terprogram biasanya satu keputusan yang tidak bersifat rutin yang biasanya kurang terstruktur daripada keputusan terprogram


Pengambilan keputusan Berdasarkan tingkat kepentingan

Keputusan strategis
Merupakan keputusan besar mengenai identitas dan arah. Siapakah kita? Dimana kita menuju? Keputusan ini seringkali kompleks dan multi-dimensi. Mereka mungkin melibatkan sejumlah besar uang, memiliki dampak jangka panjang dan biasanya diambil oleh manajemen senior pada organisasi.

Keputusan taktis
Keputusan yang melibatkan pengelolaan kinerja untuk mencapai strategi. Sumber daya apa yang dibutuhkan? bagaimana skala waktunya? Keputusan bersifat lebih khusus tetapi dalam batas-batas yang lebih jelas. keputusan ini mungkin melibatkan sumber daya yang signifikan, memiliki implikasi jangka menengah dan dapat diambil oleh manajer senior atau menengah.

Keputusan operasional
Merupakan keputusan yang lebih rutin dan mengikuti aturan yang dikenal. Berapa banyak? dengan spesifikasi apa? Keputusan ini melibatkan lebih banyak sumber daya yang terbatas, memiliki aplikasi jangka pendek dan dapat diambil oleh manajer lini tengah atau pertama.



Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Setiap kali kita terlibat dalam pengambilan keputusan sejumlah faktor dapat mempengaruhi proses kita ikuti dan akhirnya keputusan yang kita buat.

Kita dapat mengatur faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam tiga kelompok besar:

Masalah persepsi
Persepsi dapat digambarkan sebagai cara di mana individu menginterpretasikan lingkungan mereka. Persepsi individu dapat mempengaruhi bagaimana mereka membuat keputusan dan memecahkan masalah. Misalnya, ketika informasi tentang suatu masalah perlu dikumpulkan, persepsi individu akan berdampak pada mana informasi yang dicari dan jenis informasi yang dianggap relevan. Persepsi dapat dipengaruhi oleh hal-hal sperti, siapa yang melakukan persepsi, objek dari persepsi, dan situasi.

Masalah Organisasi
Sejumlah masalah organisasi dapat berdampak pada proses pengambilan keputusan. Isu-isu ini meliputi:

Kebijakan dan prosedur
Banyak organisasi yang telah memiliki kebijakan dan prosedur yang formal,  yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah umum dan untuk membimbing manajer ketika membuat keputusan. Sebagai contoh, banyak organisasi telah mendokumentasikan prosedur disiplin yang memandu manajer melalui proses menyelesaikan masalah dengan anggota staf.

hirarki Organisasi
Hirarki organisasi mengacu pada struktur manajemen organisasi. Sebagian besar organisasi memiliki berbagai tingkat manajemen yang menunjukkan derajat yang berbeda untuk tingkat otoritas. Tingkat kewenangan langsung berdampak pada sifat dari keputusan yang dibuat olehseorang individu. Misalnya, Customer Contact Centre Team Leader tidak bisa membuat keputusan tentang tujuan keseluruhan organisasi. Namun, Team Leader dapat membuat keputusan tentang bagaimana tim mereka berkontribusi terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Politik Organisasi
Politik Organisasi  mengacu pada perilaku yang ditampilkan oleh individu dan kelompok yang dirancang untuk mempengaruhi orang lain. Individu dan tim akan sering menggunakan politik untuk hal-hal yang bersifat Memajukan karir mereka, Memajukan kepentingan dan ide-ide mereka, atau juga Meningkatkan penghargaan mereka. Organisasi yang terdiri dari individu yang berbeda keyakinan, nilai-nilai dan kepentingan. Perbedaan ini sering menjadi kekuatan pendorong di belakang politik organisasi. Sebagai contoh, dua tim percaya bahwa mereka membutuhkan anggota tim tambahan. Sayangnya organisasi hanya mampu satu karyawan baru. Kedua tim juga dapat menggunakan politik dalam upaya untuk mempengaruhi manajer mereka untuk mengalokasikan karyawan baru untuk tim mereka.

Isu Lingkungan
Isu lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi organisasi. Jenis-jenis faktor eksternal yang dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan meliputi Pasar di mana organisasi beroperasi, kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, serta Reaksi pelanggan terhadap produk dan jasa organisasi


Sumber:

Sunday, June 9, 2013

Kelompok

Pengertian Dan Karakteristik Kelompok

Dalam ilmu sosial, kelompok dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih manusia yang berinteraksi satu sama lain, berbagi karakteristik dan secara kolektif memiliki rasa persatuan. ada juga Teori lain, yang lebih menekankan pada tingkat kepentingan akan ketergantungan atau tujuan yang sama. Sebaliknya, bagi para peneliti ilmu sosial menyatakan "kelompok didefinisikan dalam hal orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota kelompok". Terlepas dari definisi-definisi yang telah disebutkan, kelompok-kelompok sosial terbagi dalam berbagai ukuran dan macam. Sebagai contoh, masyarakat dapat dilihat sebagai kelompok sosial yang besar.
pada dasarnya Sebuah kelompok sosial menunjukkan beberapa derajat kohesi sosial dan lebih dari kumpulan sederhana atau agregat individu, seperti yang ditunjukan dari sekumpulan orang yang menunggu di halte bus, atau orang yang menunggu dalam antrean. Karakteristik bersama oleh anggota kelompok dapat mencakup kepentingan, nilai-nilai, representasi, latar belakang etnis atau sosial, dan hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan menjadi ikatan sosial berdasarkan kesamaan leluhur, pernikahan, atau adopsi.

psikolog sosial Muzafer Sherif merumuskan definisi teknis kelompok dengan unsur-unsur/karakteristik berikut:

Sebuah unit sosial yang terdiri dari sejumlah individu berinteraksi satu sama lain dan saling berhubungan yang mempunyai:
·       Motif dan tujuan bersama
·       peran sesuai lingkup kerja/divisi.
·       status dalah hubungan antar anggota (Kelas sosial, tingkat dominasi).
·       norma dan nilai-nilai dengan mengacu pada hal-hal yang relevan dengan grup
·       Pengembangan sanksi (pujian dan hukuman) jika dan ketika norma-norma yang dihormati atau dilanggar.


Perilaku kelompok memiliki efek yang menguntungkan dalam menambah kemampuan kelompok dan pada saat yang sama memiliki efek yang merugikan atau negatif juga. Hal ini dapat terjadi saat anggota mendapatkan stimulus yang salah, yang dapat menimbulkan reaksi merusak, karena kesalahan mereka tidak akan diidentifikasi sebagai kesalahan individu atau dari satu orang, melainkan tanggung jawab kelompok.

Sebuah kelompok itu sendiri tidak selalu merupakan sebuah tim. Tim biasanya memiliki anggota dengan keterampilan yang saling melengkapi dan menghasilkan sinergi melalui upaya yang terkoordinasi yang memungkinkan setiap anggota untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kelemahannya. Anggota tim perlu belajar bagaimana untuk saling membantu, membantu anggota tim lainnya menyadari potensi sejati mereka, dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan setiap orang untuk melampaui keterbatasan mereka.Sebuah tim menjadi lebih dari sekedar kumpulan orang ketika rasa yang kuat dari komitmen bersama menciptakan sinergi, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih besar daripada jumlah kinerja anggotanya.


Tahapan Pembentukan Kelompok

The Forming – Storming – Norming – Performing merupakan model dari fase pengembangan kelompok yang dicetuskan oleh Bruce Tuckman pada tahun 1965, yang menyatakan bahwa fase ini semua diperlukan dan tak terelakkan bagi kelompok untuk tumbuh, menghadapi tantangan, mengatasi masalah, mencari solusi, merencanakan pekerjaan, dan memberikan hasil. Model ini telah menjadi dasar dalam pengembangan model tahap pembentukan kelompok lainnya.

Forming
Pada tahap pertama membangun kelompok, proses forming (pembentukan) kelompok berlangsung. Perilaku individu yang terlibat didorong oleh keinginan untuk diterima oleh orang lain, dan menghindari kontroversi atau konflik. Isu dan perasaan serius dihindari, dan orang-orang memfokuskan diri rutinitas, seperti pengorganisasian kelompok, pembagian tugas, penjadwalan tugas, masing-masing anggota juga mengumpulkan informasi dan impresi antara satu sama lain, serta mencari tahu tentang ruang lingkup tugas dan bagaimana menyelesaikannya. Tahap ini adalah tahap nyaman, belum bisa melakukan banyak hal, karena tahap ini merupakan tahap perkenalan.
Anggota kelompok bertemu dan belajar tentang peluang dan tantangan, dan kemudian setuju pada tujuan dan mulai menangani tugas. Anggota kelompok cenderung berperilaku cukup independen. Mereka mungkin termotivasi tetapi biasanya masih kekurangan informasi tentang isu-isu dan tujuan kelompok. Anggota kelompok biasanya menunjukkan  perilaku terbaik mereka tapi sangat terfokus pada diri mereka sendiri. Anggota kelompok yang lebih matang mulai memodelkan perilaku yang sesuai pada tahap awal ini.
Forming merupakan tahapan penting karena, dalam tahap ini, anggota kelompok mengenal satu sama lain, bertukar beberapa informasi pribadi, dan membuat teman baru. Ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk melihat bagaimana masing-masing anggota kelompok bekerja sebagai individu dan bagaimana mereka menanggapi tekanan. Pimpinan  kelompok cenderung perlu direktif selama fase ini.

Storming
Setiap kelompok berikutnya akan memasuki tahap storming di mana ide yang berbeda bersaing untuk diperkelompokbangkan. kelompok ini membahas isu-isu seperti masalah apa mereka benar-benar seharusnya dipermasalahkan, bagaimana mereka akan berfungsi secara independen dan bersama-sama dan apa model kepemimpinan yang dapat mereka menerima. Anggota kelompok membuka diri satu sama lain dan menghadapi ide-ide sesuai dengan perspektif masing-masing. Dalam beberapa kasus, tahap storming dapat diselesaikan dengan cepat. Di lain kasus, juga terdapat kelompok yang tidak pernah meninggalkan tahap ini. kedewasaan/kematangan anggota kelompok biasanya menentukan apakah kelompok akan berhasil keluar dari tahap ini. anggota kelompok lainnya akan fokus pada hal-hal kecil untuk menghindari masalah nyata.
Tahap storming diperlukan untuk pertumbuhan kelompok. tahap ini dapat menimbulkan perdebatan, tidak menyenangkan dan bahkan menyakitkan untuk anggota kelompok yang tidak menyukai konflik. Toleransi masing-masing anggota kelompok dan perbedaan mereka harus ditekankan. Tanpa toleransi dan kesabaran kelompok akan gagal. Fase ini bisa menjadi destruktif untuk kelompok dan akan menurunkan motivasi jika dibiarkan tanpa arahan. Beberapa kelompok tidak akan pernah berkembang melewati tahap ini.
Supervisor dari kelompok selama fase ini mungkin lebih mudah diakses, tetapi cenderung tetap direktif dalam pengambilan keputusan dan profesionalitas. dengan hal tersebut, anggota kelompok akan menyelesaikan perbedaan dan anggota mereka akan dapat berpartisipasi dengan satu sama lain dengan lebih nyaman. kondisi yang ideal adalah saat anggota kelompok tidak merasa bahwa mereka sedang dinilai, yang memacu proses berbagi pendapat dan pandangan mereka dengan lebih nyaman.

Norming
pada tahap ini, kelompok berhasil memiliki satu tujuan dan sepakat pada rencana bersama untuk kelompok pada tahap ini. Beberapa mungkin harus mengorbankan ide-ide mereka sendiri dan setuju dengan pendapat orang lain agar kelompok apat berfungsi dengan baik. Pada tahap ini, semua anggota kelompok bertanggung jawab dan memiliki ambisi bekerja untuk keberhasilan tujuan kelompok.

Performing
sangat mungkin bagi beberapa kelompok untuk mencapai tahap performing. pada tahap ini,kelompok berkinerja tinggi dapat berfungsi sebagai unit karena mereka menemukan cara untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan lancar dan efektif tanpa konflik yang tidak diperlukan atau kebutuhan untuk pengawasan eksternal. pada tahap ini, mereka termotivasi dan berpengetahuan luas. Para anggota kelompok sekarang kompeten, mandiri dan mampu menangani proses pengambilan keputusan tanpa pengawasan. Perbedaan pendapat yang diperbolehkan asalkan disalurkan melalui media yang bisa dimengertidan diterima kelompok.
Pengawas kelompok selama fase ini hampir selalu partisipatif. kelompok tersebut akan membuat keputusan penting yang diperlukan. setelah ini, kelompok dapat kembali ke tahap-tahap awal dalam keadaan tertentu sesuai dengan keadaan. hal ini disebabkan karena mereka bereaksi terhadap situasi yang berubah. Sebagai contoh, perubahan dalam kepemimpinan dapat menyebabkan kelompok untuk kembali ke tahap storming dengan ide baru yang menantang norma-norma yang ada dan dinamika pada kelompok.

Masing-masing dari tahap yang diusulkan oleh Tuckman melibatkan dua aspek: hubungan interpersonal dan perilaku terhadap tugas. Perbedaan seperti ini mirip dengan Bales '(1950) model keseimbangan yang menyatakan bahwa kelompok harus membagi perhatiannya terhadap kebutan instrumental (yang berhubungan dengan tugas) dan kebutuhan ekspresi (sosioemosional).

Dalam membangun sebuah kelompok sangat penting untuk mempertimbangkan dinamika keseluruhan kelompok. Menurut Frank LaFasto, ketika membangun kelompok, terdapat lima dinamika sangat penting bagi keberhasilan kelompok:
1.       Anggota kelompok:  kelompok sukses yang terdiri dari sekumpulan individu yang efektif. Mereka adalah orang yang berpengalaman, mampu dalam melakukan pemecahan masalah, terbuka untuk mengatasi masalah, dan berorientasi pada tindakan.
2.       Hubungan Kelompok: Untuk kelompok sukses anggota kelompok harus mampu untuk memberi dan menerima umpan balik.
3.       Pemecahan masalah secara kelompok: Sebuah kelompok yang efektif bergantung pada bagaimana fokus dan kejelasan tujuan dari kelompok ini. Sebuah lingkungan yang tenang, nyaman , terbuka, dan komunikasi yang jujur diperlukan dalam hal ini.
4.       Kepemimpinan kelompok:  kepemimpinan kelompok yang efektif tergantung pada kompetensi kepemimpinan. Seorang pemimpin yang kompeten adalah pemimpin yang fokus pada tujuan, menjamin iklim kolaboratif, membangun kepercayaan anggota kelompok, menetapkan prioritas, menunjukkan cukup "know-how" dan mengelola kinerja melalui umpan balik.
5.       Lingkungan organisasi: iklim dan budaya organisasi harus kondusif untuk perilaku kelompok.


Kekuatan Teamwork

Teamwork dalam kelompok dapat membuat anggota-anggota menjadi lebih akrab satu sama lain dan belajar bagaimana bekerja sama. pada banyak kesempatan kerja sama tim sangat  vital bagi keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dan perkembangan bagi anggotanya.  banyak keuntungan yang didapat dari teamwork yang efektif, diantaranya:
• Pemecahan Masalah
Hanya dengan pemikiran seorang tidak dapat memberikan ide-ide yang berbeda. Setiap anggota tim memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dengan merata dan menawarkan perspektif unik mereka terhadap masalah untuk sampai pada solusi terbaik. Teamwork dapat menghasilkan keputusan, produk, atau jasa yang lebih baik. Kualitas kerja tim dapat diukur dengan menganalisis enam komponen kolaborasi antara anggota tim yaitu Komunikasi, koordinasi, keseimbangan kontribusi anggota, saling mendukung, usaha, dan kohesi. teamwork yang baik dapat menyajikan kolaborasi yang efektif dan efisien.

• Menyelesaikan tugas lebih cepat
Seseorang biasanya tidak dapat menyelesaikan banyak tugas dengan secepat dan sebaik apabila tugas tersebut dikerjakan oleh banyak orang (pembagian tugas). Ketika orang bekerja bersama-sama mereka dapat menyelesaikan tugas-tugas lebih cepat dengan membagi pekerjaan kepada orang-orang sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki.

• Persaingan sehat
Teamwork efektif dapat memacu Sebuah persaingan yang sehat dalam kelompok, yang dapat memotivasi individu dan membantu tim untuk lebih unggul.

• Mengembangkan Hubungan
Sebuah tim yang terus bekerja sama berpengaruh dalam peningkatan dalam hubungan antar sesama anggota. Hal ini dapat membantu orang menghindari konflik yang tidak perlu karena mereka telah menjadi akrab satu sama lain melalui kerja tim.

• Setiap orang memiliki kualitas yang unik
Setiap anggota tim dapat menawarkan pengetahuan yang unik dan kemampuan untuk membantu meningkatkan anggota tim lainnya. Melalui kerja tim kualitas ini akan memungkinkan anggota tim untuk menjadi lebih produktif di masa depan.


Implikasi Manajerial
Teamwork yang efektif  terjadi ketika masing-masing individu dapat menyelaraskan upaya mereka dan bekerja menuju tujuan bersama. Tim yang baik biasanya tidak terjadi dalam semalam, kerja keras, komitmen dan sejumlah perjuangan biasanya terlibat dalam menciptakan tim sukses. Tapi tim yang melewati susahnya menciptakan kelompok kohesif akan dihargai dengan produktivitas yang lebih tinggi, pergumulan internal yang lebih sedikit dan pengalaman kerja lebih menyenangkan.

http://1.bp.blogspot.com/_0y2seqEPuOs/S9W2SSqceII/AAAAAAAAAHg/4UpBMMekyH0/s400/Teamwork+(1).jpg


Sumber:

Komunikasi


http://www.businessgross.com/wp-content/uploads/2013/04/effective-communication.jpg

Pengertian Komunikasi

Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses di mana kita memberikan dan menyampaikan makna dalam upaya untuk menciptakan pemahaman bersama. Proses ini membutuhkan khasanah yang luas dari keterampilan dalam pengolahan intrapersonal dan interpersonal, mendengarkan, mengamati, berbicara, bertanya, menganalisis, dan mengevaluasi. komunikasi dimanfaatkan dalam semua bidang kehidupan seperti di rumah, sekolah, masyarakat, pekerjaan, dan seterusnya.  Melalui komunikasi, kolaborasi dan kerjasama antar individu dapat terjadi. Secara Umum komunikasi adalah Usaha mendorong orang lain menginterprestasikan pendapat seperti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempinyai pendapat tersebut. Dari pengertian tentang komunikasi, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur komunikasi juga bisa disebut komponen atau elemen komunikasi.


proses komunikasi

Proses komunikasi adalah tahap awal untuk mewujudkan komunikasi yang efektif.  Proses komunikasi adalah tahap dimana pertukaran makna dan informasi antara pengirim dan penerima berlangsung. Individu yang mengikuti proses komunikasi akan memiliki kesempatan untuk menjadi lebih produktif dalam setiap aspek profesi mereka, dimana Komunikasi yang efektif dapat membawa ke pemahaman yang lebih dalam.
Proses komunikasi terdiri dari empat komponen utama. Komponen-komponen meliputi encoding (penciptaan pesan/informasi), media transmisi, decoding (penerjemahan informasi), dan umpan balik. Ada juga dua faktor lain dalam proses, dan kedua faktor yang hadir dalam bentuk pengirim dan penerima. Proses komunikasi dimulai dengan pengirim dan berakhir dengan penerima.
Pengirim adalah perorangan, kelompok, atau organisasi yang memulai komunikasi. Sumber ini pada mulanya bertanggung jawab atas keberhasilan pesan. Unsur-unsur pada pengirim seperti pengalaman, sikap, pengetahuan, keterampilan, persepsi, dan budaya sangat mempengaruhi pesan dalam komunikasi. "Kata-kata tertulis, kata-kata yang diucapkan, dan bahasa nonverbal yang dipilih adalah hal yang terpenting dalam memastikan penerima menafsirkan pesan sebagaimana dimaksud oleh pengirim" (Burnett & Dollar, 1989). Semua komunikasi dimulai dengan pengirim.
Langkah pertama pengirim dihadapkan dengan melibatkan proses encoding. Dalam rangka untuk menyampaikan makna, pengirim harus mulai encoding, yang berarti menerjemahkan informasi menjadi pesan dalam bentuk simbol-simbol yang mewakili ide-ide atau konsep. Proses ini menerjemahkan ide atau konsep ke dalam pesan kode yang akan dikomunikasikan. Simbol dapat diterjemahkan ke berbagai bentuk seperti, bahasa, kata, atau gerak tubuh. Simbol ini digunakan untuk mengkodekan ide menjadi pesan agar dapat dipahami orang lain.
Saat penyandian pesan, pengirim harus memulainya dengan memutuskan apa yang dia ingin kirimkan. Keputusan ini didasarkan pada seberapa jauh pengirim yakin bahwa penerima pesan dapat menerima pesannya dengan baik, serta  informasi tambahan apa yang penerima ingin untuk diketahui.  Oleh karena itupenting bagi pengirim untuk menggunakan simbol-simbol/pesan/bahasa  yang akrab bagi penerima yang dituju.
Untuk mulai menyampaikan pesan, pengirim menggunakan beberapa jenis saluran (juga disebut medium). Saluran adalah sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Kebanyakan saluran berbentuk lisan maupun tertulis, tetapi saluran visual, sebagai hasil dari perkembangan teknologi,  akhir-akhir ini menjadi lebih umum. Saluran informasi secara umum digunakan yaitu telepon dan berbagai bentuk tertulis seperti memo, surat, dan laporan. Efektivitas berbagai saluran berfluktuasi tergantung pada karakteristik komunikasi. Misalnya, ketika umpan balik segera diperlukan, saluran komunikasi lisan lebih efektif karena setiap ketidakpastian dapat segera dihilangkan. Dalam situasi di mana pesan harus disampaikan kepada lebih dari sekelompok kecil orang, saluran tertulis sering lebih efektif. Meskipun dalam banyak kasus, kedua saluran lisan dan tertulis harus digunakan karena salah satu dapat membantu saluran yang lain
Jika pesan terkirim  melalui saluran yang tidak sesuai, pesannya mungkin tidak mencapai penerima yang tepat. Itulah sebabnya pengirim perlu memilih channel yang sesuai , karena akan sangat membantu dalam efektivitas pemahaman penerima. Keputusan pengirim untuk memanfaatkan baik  saluran lisan atau tertulis  untuk mengkomunikasikan pesan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti  apakah pesan mendesak? Apakah umpan balik segera yang diperlukan? Apakah dokumentasi atau catatan permanen yang diperlukan? Apakah isi rumit, kontroversial, atau privat? Apakah pesan disampaikan pada orang di dalam atau di luar organisasi? keterampilan komunikasi lisan dan tertulis apakah yang penerima miliki? Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu pengirim memilih saluran yang efektif.
Setelah saluran atau jalur yang tepat dipilih, pesan memasuki tahap decoding dari proses komunikasi. Decoding dilakukan oleh penerima. Setelah pesan diterima dan diperiksa, stimulus tersebut dikirim ke otak untuk ditafsirkan, dan dilakukan pemaknaan dari informasi tersebut.Tahap ini yang disebut decoding. Penerima mulai menafsirkan simbol-simbol yang dikirim oleh pengirim, dan menerjemahkan pesan ke diri mereka sendiri. Komunikasi yang sukses terjadi ketika penerima benar menafsirkan pesan pengirim.
Penerima adalah perorangan atau individu yang menerima pesan yang ditujukan. Sejauh mana orang ini memahami pesan akan tergantung pada sejumlah faktor, yang meliputi: berapa banyak individu yang tahu tentang topik informasi tersebut,  tanggapan terhadap penerimaan pesan, dan hubungan dan kepercayaan yang ada antara pengirim dan penerima . Semua interpretasi oleh penerima juga dipengaruhi faktor pengalaman, sikap, pengetahuan, keterampilan, persepsi, dan budaya. Hal ini mirip dengan hubungan pengirim dengan pengkodean (encoding).
Umpan balik adalah bagian terakhir dalam rantai proses komunikasi. Setelah menerima pesan, penerima merespon dalam beberapa cara untuk diketahui oleh  pengirim. Respon dapat berupa komentar yang diucapkan, mendesah panjang, pesan tertulis, senyum, atau beberapa tindakan lainnya. "Bahkan kurangnya respon, sejatinya, masih termasuk dalam bentuk respon" (Bovee & Thill, 1992). Tanpa umpan balik, pengirim tidak dapat memastikan bahwa penerima telah menafsirkan pesan dengan benar.
Umpan balik adalah komponen kunci dalam proses komunikasi karena memungkinkan pengirim untuk mengevaluasi efektivitas pesan. Umpan balik pada akhirnya memberikan kesempatan bagi pengirim untuk mengambil tindakan korektif untuk memperjelas pesan yang disalahpahami. "Umpan balik memainkan peran penting dengan menunjukkan hambatan yang signifikan komunikasi: perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan berbeda reaksi emosional" (Bovee & Thill, 1992).


Jenis Komunikasi

Orang berkomunikasi satu sama lain dalam beberapa cara yang tergantung pada pesan dan konteksnya yang akan dikirimkan. Pilihan saluran komunikasi dan gaya Anda berkomunikasi juga mempengaruhi komunikasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada berbagai jenis komunikasi.

Komunikasi berdasarkan channel/Media
1.       Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Simbol verbal bahasa merupakan pencapaian manusia yang paling impresif. Ada aturan-aturan yang ada untuk setiap bahasa yaitu fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatis. Komunikasi ini dapat berupa ucapan langsung dari komunikator (oral) juga berupa pesan yang dikomunikasikan lewat tulisan oleh komunikator. Komunikan dapat mendengar langsung pesan yang disampaikan dan juga dapat membaca pesan yang disampaikan oleh seorang komunikator dalam komunikasi verbal ini.
2.       Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non-verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.

Jenis-jenis komunikasi nonverbal:
a.      Komunikasi objek
Seorang polisi menggunakan seragam. Ini merupakan salah satu bentuk komunikasi objek. Komunikasi objek yang paling umum adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini dianggap termasuk salah satu bentuk stereotipe. Misalnya orang sering lebih menyukai orang lain yang cara berpakaiannya menarik. Selain itu, dalam wawancara pekerjaan seseorang yang berpakaian cenderung lebih mudah mendapat pekerjaan daripada yang tidak. Contoh lain dari penggunaan komunikasi objek adalah seragam.
b.      Sentuhan
Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif.
c.      Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktifitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality).
d.      Gerakan tubuh
Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan.
e.      Vokalik
Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara. Ilmu yang mempelajari hal ini disebut paralinguistik. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan suara-suara pengisi seperti "mm", "e", "o", "um", saat berbicara juga tergolong unsur vokalik, dan dalam komunikasi yang baik hal-hal seperti ini harus dihindari.
f.       Lingkungan
Lingkungan juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Diantaranya adalah penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan warna.
g.      Variasi budaya dalam komunikasi nonverbal
Budaya asal seseorang amat menentukan bagaimana orang tersebut berkomunikasi secara nonverbal. Perbedaan ini dapat meliputi perbedaan budaya Barat-Timur, budaya konteks tinggi dan konteks rendah, bahasa, dsb. Contohnya, orang dari budaya Oriental cenderung menghindari kontak mata langsung, sedangkan orang Timur Tengah, India dan Amerika Serikat biasanya menganggap kontak mata penting untuk menunjukkan keterpercayaan, dan orang yang menghindari kontak mata dianggap tidak dapat dipercaya.

3.       Jenis Komunikasi Berdasarkan Tujuan dan Gaya
Berdasarkan gaya dan tujuan, ada dua kategori utama komunikasi yang memiliki karakteristik tersendiri. Jenis komunikasi berdasarkan gaya dan tujuan yaitu:
1.       Komunikasi Formal
Dalam komunikasi formal, aturan-aturan tertentu, konvensi dan prinsip-prinsip yang diikuti saat berkomunikasi pesan. Komunikasi formal terjadi dalam gaya formal dan resmi. Biasanya jajaran profesi, rapat perusahaan, konferensi menjalani komunikasi dengan tipe formal. Dalam komunikasi formal, penggunaan slang dan bahasa kotor dihindari dan pengucapan yang benar diperlukan. Garis otoritas wajib harus ditaati dan diperhatikan dalam komunikasi formal.
2.       Komunikasi Informal
Komunikasi informal dilakukan dengan menggunakan saluran yang berbeda dengan saluran komunikasi formal. Komunikasi informal termasuk kategori pembicaraan biasa. Hal ini ditetapkan untuk afiliasi sosial bagi sesama anggota dalam suatu organisasi dan diskusi tatap muka. Hal ini terjadi antara teman-teman dan keluarga. Dalam komunikasi informal penggunaan dari kata-kata populer (gaul), bahasa kotor tidak dibatasi. Biasanya. komunikasi informal dilakukan secara lisan dan menggunakan gerakan.

Komunikasi informal, tidak seperti komunikasi formal, tidak mengikuti garis otoritas. Dalam suatu organisasi, hal ini membantu untuk mengetahui keluhan staf sebagai orang mengungkapkan lebih ketika berbicara informal. Komunikasi informal membantu dalam membangun hubungan.


Implikasi Manajerial Komunikasi Terhadap Organisasi

Komunikasi yang efektif dalam organisasi melibatkan komitmen dari atas ke bawah untuk berkomunikasi secara efektif. Hal ini merupakan hal sederhana sekaligus rumit. Organisasi yang berkomunikasi secara efektif mengharapkan komunikasi yang kuat dari atasan kepada bawahan, memberikan pelatihan dan pembinaan untuk para manajer untuk membantu membangun keterampilan komunikasi mereka, memiliki alat komunikasi yang cukup untuk digunakan oleh para manajer dan karyawan, dan mengukur efektivitas upaya komunikasi mereka.
Komunikasi yang efektif mampu merebut perhatian para penerimanya, membangun minat dalam topik dan mendorong keinginan untuk membahas lebih lanjut topik tersebut. Pesan harus mampu memikat penerima dan mendorongnya untuk menindaklanjuti dengan tindakan nyata. Namun bukan berarti menjadi manipulatif, melainkan harus benar-benar dengan tujuan dalam upaya untuk memberikan kesempatan kepada penerima pesan.
Komunikasi dapat disampaikan dalam bentuk pertanyaan terbuka, pernyataan yang dirasa dapat disetujui langsung oleh penerima. Berikutnya, pengirim perlu memperhatikan manfaat apa yang diperoleh dalam melakukan komunikasi dan bagaimana caranya untuk memperoleh dan menjelaskan manfaat tersebut sehingga penerima bertanya pada diri sendiri "Bagaimana saya bisa terlibat?" Atau "Bagaimana saya bisa mendapatkan ini?.
Salah satu efek dari komunikasi yang efektif adalah meyakinkan penerima  untuk menyelesaikan tugas yang diinginkan. Apakah itu membujuk pelanggan untuk menghadiri acara khusus atau mendorong staf untuk belajar keterampilan baru, staf manajerial sangat bisa mendapatkan keuntungan dari komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif harus menjadi komunikasi yang saling menguntungkan, dimana komunikator mencapai hasil yang diinginkan, dan penerima menerima manfaat dari produk, layanan atau tindakan.



Sumber :